Berdasarkan
kepada analisis situasi dan kebijakan yang telah ditetapkan, maka
strategi pengembangan SIKNAS adalah :
Integrasi sistem informasi kesehatan yang ada
Pengertian
terintegrasi tidak bermaksud mematikan/ menyatukan semua sistem informasi yang
ada. Sistem-sistem informasi yang lebih efisien bila digabungkan akan
disatukan. Sistem-sistem informasi lainnya, pengintegrasian lebih berupa
pengembangan: pembagian tugas, tanggung jawab dan otoritas-otoritas dan
mekanisme saling hubung. Dengan integrasi ini diharapkan semua sistem informasi
yang ada akan bekerja secara terpadu dan sinergis membentuk SIKNAS. Pembagian
tugas dan tanggung jawab akan memungkinkan data yang dikumpulkan memiliki
kualitas dan validitas yang baik. Otaritas akan menyebabkan tidak adanya
duplikasi dalam pengumpulan data, sehingga tidak akan terdapat informasi yang
berbeda-beda mengenai suatu hal. Mekanisme saling hubung, khususnya dengan Pusat
Data dan Informasi Departemen Kesehatan akan menjamin dapat dilakukannya
pengolahan dan analisis data secara komprehensif.
Sistem informasi terintegrasi: bisakah dikaitkan dengan
interoperabilitas?
Berbagai sistem informasi telah
digunakan di fasilitas kesehatan. Rumah sakit memiliki SIMRS, di level primary
care terdapat SIMPUS, SIM Klinik, P-Care dan di Dinas Kesehatan serta
Kementrian Kesehatan terdapat Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
(Dinas Kesehatan Jawa Tengah, Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang). Dukungan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) terbukti mampu menjawab berbagai
kebutuhan data dari institusi yang berbeda sehingga meningkatkan efektivitas
sekaligus efisiensi pelayanan kesehatan. Terlebih lagi, sistem elektronik ini
juga telah digunakan oleh berbagai fasilitas pelayanan kesehatan di semua
level. Konsep-konsep interoperabilitas (komunikasi data) juga telah dilakukan
melalui sistem rujukan, sistem penjadwalan online dan sistem informasi
pendukung penanggulangan gawat darurat terpadu. Artinya, terdapat peluang untuk
melakukan interoperabilitas berbagai macam sistem informasi yang sudah ada.
Namun demikian, interoperabilitas seperti apa yang memungkinkan sehingga dapat dijadikan
contoh untuk melakukan interoperabilitas secara menyeluruh.
Interoperabilitas diartikan sebagai
kemampuan sistem untuk ‘berkomunikasi’ dengan sistem yang lain.
Interoperabilitas dalam kesehatan menekankan pada aspek intergrasi berbagai
macam sistem informasi yang ada secara internal (antar sistem dalam sebuah
organisasi), dan pertukaran data elektronik secara eksternal (antar organisasi)
tanpa menghilangkan makna dari informasi yang dipertukarkan (semantik). Dengan
modal sistem informasi yang telah ada, konsep interoperabilitas dapat
dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan kesehatan. Salah satunya adalah
aksesibilitas layanan kesehatan di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Telah
diketahui bahwa permasalahan akses di Indonesia berkaitan dengan jumlah dan
distribusi fasilitas kesehatan dan penyedia layanan kesehatan (tenaga medis).
Di era jaminan kesehatan nasional, permasalahan tersebut lebih nyata karena
kebutuhan (demand) yang banyak (jumlah peserta yang besar), tidak diimbangi
dengan penyedia layanan kesehatan yang tersedia, terutama yang telah
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sebagai pengelola jaminan kesehatan nasional.
Berbagai permasalahan muncul dari jumlah tempat tidur yang kurang, tingginya
antrian pasien di rawat jalan rumah sakit serta permasalahan rujukan pasien.
Salah satu solusi penggunaan sistem
informasi untuk mendukung aksesibilitas pelayanan kesehatan adalah dengan
menyediakan informasi ketersediaan sumber daya fasilitas kesehatan seperti
ruang perawatan, jadwal pelayanan rawat jalan dan jenis layanan yang dapat
diberikan. SPGDT yang diterapkan di berbagai daerah menunjukkan bahwa upaya
tersebut untuk mendukung pelayanan pasien. Terlebih lagi berbagai variasi
sistem informasi yang telah digunakan di fasilitas kesehatan (terutama di rumah
sakit), sudah mencakup fungsi tersebut (manajemen bed, sheduling dan
appointment systems). Namun demikian, belum adanya standar data yang digunakan
oleh masing-masing sistem informasi yang ada di fasilitas kesehatan, menghambat
upaya untuk mengintegrasikan informasi yang diperlukan. Sebagai contoh penamaan
ruang perawatan, penamaan poliklinik/rawat jalan, serta penamaan jenis layanan
yang dapat diberikan.
Sistem informasi terintegrasi dapat
dikembangkan untuk mengakomodasi integrasi berbagai macam sistem informasi yang
telah ada dengan prinsip komunikasi antar sistem (penggunaan standar data dan
interoperabilitas). Sistem ini berfungsi untuk menyediakan informasi
ketersediaan ruang perawatan dan jadwal praktek dokter di rawat jalan (baik di
RS maupun layanan kesehatan dasar).
Referensi :
http://gysanjaya.blog.ugm.ac.id/?p=102
https://www.kompasiana.com/asnawiok/sistem-informasi-kesehatan_54fd1a38a33311111d50f878
Komentar
Posting Komentar